1.
TERAPI
HUMANISTIK EKSISTENSIAL
Terapi-terapi psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistic eksistensial juga lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan antara terapi-terapi humanistuk eksistensial, yakni keduanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Terapi-terapi psikodinamik cenderung memusatkan perhatian pada proses-proses tak eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistic eksistensial juga lebih memusatkan pada apa yang dialami pasien pada masa-masa sekarang “di sini dan kini” dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan antara terapi-terapi humanistuk eksistensial, yakni keduanya menekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
a. Konsep Dasar Pandangan
Humanistik Eksistensial Tentang Perilaku atau Kepribadian
Pendekatan
Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan
suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan
Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang
bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik
bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup
terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan
asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang
membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
a) Kesadaran Diri, Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan
yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan
memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar
pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih
alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia.
Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para
ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan
nasibnya.
b) Kebebasan, tanggung jawab, dan
kecemasan. Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan
kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial
bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan
untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi
kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan
individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk
mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan
bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk
benar benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
c) Penciptaan Makna. Manusia itu
unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup
dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir
sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian,
manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu
cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam
menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi
isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia
juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan
potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu
mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
b. Unsur-unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar
klien mengalami keberadaan secara otentik dengan menjadi sadar atas
keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan
bertindak berdasarkan kemampuannya.
Tujuan terapi eksistensial adalah
meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan
pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
Terapi eksistensial juga bertujuan
membantuklien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan
memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban
kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.
b. Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha
memahami klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler
dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orintasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut:
1) Mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi.
2) Menyadari peran dari tanggung jawab
terapis.
3) Mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik.
4) Berorientasi pada pertumbuhan.
5) Menekankan keharusan terapis
terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
6) Mengakui bahwa putusan-ptusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.
7) Memandang terapis sebagai model,
dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang
manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan
kreatif dan positif.
8) Mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya
sendiri.
9) Bekerja ke arah mengurangi
kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
c.
Teknik-teknik
Terapi
Yang
paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif
si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan
pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu,
dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May
&Yalom, 1989). Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup
ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga
dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu
sisi, mereka menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas
kekurangan yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau
restrukturisasi kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari
konselor yang berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan
atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa
orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua
memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi
Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal
menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif
menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
eksistensial-humanistik, yaitu:
a) Penerimaan
b) Rasa hormat
c) Memahami
d) Menentramkan
e) Memberi dorongan
f) Pertanyaan terbatas
g) Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
h) Menunjukan sikap yang mencerminkan
ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i)
Bersikap
mengijinkan untuk apa saja yang bermakna
2.
PERSON
CENTERED THERAPY
Carl
Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada
hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien.
Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien
bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli
terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang
menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya.
Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan
ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat
menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui
pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh
harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.
a.
Konsep
dasar Pandangan Carl Rogers Tentang Perilaku atau
Kepribadian
Berbagai
istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai
kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam
orientasi sebagai berikut :
a) Pengalaman, Pengalaman
mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait
akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
b) Realitas, Untuk tujuan
psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu,
meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki
persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan
setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat
dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan
kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa
politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi
hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita).
Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
c) Organisme Bereaksi sebagai
Terorganisir yang utuh, Seseorang mungkin lapar, tetapi karena
harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang.
Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih
penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk
di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan
diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya
lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
d) Organisme mengaktualisasi
kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency). Ini adalah
prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry
Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa.
Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini
adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang
lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih
memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada
bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme
total.
e) Frame Internal Referensi, Ini
adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna
yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang
memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana
sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal
ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
f) Konsep Diri, Istilah –
istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari
persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I”
atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai
– nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan
cairan dan proses perubahan.
g) Symbolization, Ini
adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak
simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang –
orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan
berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten
dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan
khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan
sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
h) Penyesuaian Psikologis &
Ketidakmampuan Menyesuaikan diri. Hal ini mengacu pada konsistensi,
atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep
diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan
ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan.
Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan
karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
i)
Organismic
Valuing Process Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana
individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat
penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di
tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya
benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesi
j)
The
Fully Functioning Person, Rogers mendefinisikan mereka yang
bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person.
Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran
bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
b.
Unsur-Unsur
Terapi
1. Peran Terapis
Menurut Rogers, peran
terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap
mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan
sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis
menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali.
Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan
di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa
yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah
esensial.
2. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat bahwa terapis
tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya
pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni
pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis
memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya
berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian
dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis
memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan
pasien tanpa memberi penilaian.
c.
Teknik-Teknik
Terapi
Untuk terapis person –
centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada
teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup
terapi, yaitu :
a. Empathy
Empati adalah kemampuan terapis untuk
merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada
mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang
atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan bahwa
empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh dan
sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dan
pembelajaran.
b. Positive Regard (acceptance)
Positive
Regard yang
di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang
mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena
keberadaannya.
c. Congruence
Congruence
/ Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik
dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut
Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di
dalam suatu hubungan
3. LOGOTERAPI (VICTOR FRANKL)
Teori dan terapi Viktor Frankl lahir
dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di sana, ia
menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan.
Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu
dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa
depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang
kehilangan harapan.
Frankl
menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti
pelajaran, kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai
pegertian logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan
sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai
sumber utama motivasi.
Logoterapi
percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang
merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien
menyadari tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk
apa, atau kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui
atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas
hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya
sendiri.
Selain itu, Frankl juga menggunakan
noös yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis terfokus pada psikodinamik,
yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan mengurangi ketegangan psikologis.
Namun, Frankl menyatakan seharusnya lebih mementingkan noödinamik, yaitu
ketegangan menjadi unsur penting bagi keseimbangan dan kesehatan jiwa.
Bagaimana pun, orang menginginkan adanya ketegangan ketika mereka berusaha
mencapai tujuan.
a. Konsep Dasar Pandangan Farnkl
tentang Perilaku atau Kepribadian
Menurut
Frankl logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga
pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang
yaitu:
a) Kebebasan berkehendak (Freedom of
Will)
Dalam pandangan logoterapi, manusia
adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini
bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab.
Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi
biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk
mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut.
Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach)
terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan
mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan
inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self deteming being”
yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang
dianggap penting dalam hidupnya.
b) Kehendak Hidup Bermakna (The Will to
Meaning)
Menurut
Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda
denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan
psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi
bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan
prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl
bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to
push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya
agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat
dengan makna.
c) Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap
penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.
Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna
hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap
hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara
umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu.
Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus.
Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak
bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik
untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
Kerangka
berpikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat
digambarkan sebagai berikut.
a)
Pertama,
setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan
logoterapi, kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat
sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup
bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami
hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang
bermakna adalah kebahagiaan (happiness).
b)
Kedua,
jika mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan
dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless).
Kondisi ini apabila tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis
(noogenik neurosis), mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan
konformis (conformism).
c)
Ketiga,
Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia
ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau
kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan
kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai
makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki
keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek
kerohanian.
d)
Keempat,
kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan dari (freedom from) bawaan
biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk
menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung
jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi
diri sendiri. Dengan demikian, kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari
dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
e)
Kelima,
dalam berperilaku, manusia berusaha mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu
yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong
setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan
berarti dan berharga. Namun, Frankl tidak sependapat dengan prinsip
determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong
mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya
sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya.
Menurut
Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan
spiritual.Unitas bio-psiko-spiritual. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki
dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu
dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung
konotasi keagamaan karena dimensi ini dimiliki manusia tanpa memandang ras,
ideologi, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai
padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep
agama. Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu
melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap
dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri. Manusia adalah
makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan
sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan
fisik di sekitarnya.
Frankl menyimpulkan bahwa makna hidup bisa ditemukan melalui tiga
cara, yaitu:
1. Nilai Kreatif
Nilai
kreatif dapat diraih melalui berbagai kegiatan. Pada dasarnya seorang bisa
mengalami stress jika terlalu banyak beban pekerjaan, namun ternyata seseorang
akan merasa hampa dan stress pula jika tidak ada kegiatan yang dilakukannya.
Kegiatan yang dimaksud tidaklah semata-mata kegiatan mencari uang, namun
pekerjaan yang membuat seorang dapat merealisasikan potensi-potensinya
sebagai sesuatu yang dinilainya berharga bagi dirinya sendiri atau orang lain
maupun kepada Tuhan.
2. Nilai Penghayatan
Nilai
penghayatan menurut Frankl dapat dikatakan berbeda dari nilai kreatif karena
cara memperoleh nilai penghayatan adalah dengan menerima apa yang ada dengan
penuh pemaknaan dan penghayatan yang mendalam. Realisasi nilai penghayatan
dapat dicapai dengan berbagai macam bentuk penghayatan terhadap keindahan, rasa
cinta dan memahami suatu kebenaran. Makna hidup dapat diraih melalui berbagai
momen maupun hanya dari sebuah momen tunggal yang sangat mengesankan bagi
seseorang misalnya memaknai hasil karya sendiri yang dinikmati orang lain.
3. Nilai Bersikap
Nilai terakhir adalah nilai
bersikap. Nilai ini sering dianggap paling tinggi karena di dalam menerima
kehilangan kita terhadap kreativitas maupun kehilangan kesempatan
untuk menerima cinta kasih, manusia tetap bisa mencapai makna hidupnya
melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi. Bahkan di dalam suatu musibah
yang tak terelakan, seorang masih bisa dijadikannya suatu momen yang sangat
bermakan dengan cara menyikapinya secara tepat. Dengan perkataan lain
penderitaan yang dialami seseorang masih tetap dapat memberikan makna bagi
dirinya.
b.Unsur-Unsur
Terapi
1. Tujuan Logoterapi
Agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari
penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat
membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.
2. Fungsi dan Peran Terapis
1) Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan
ilmiah
2) Mengendalikan filsafat pribadi
3) Terapis bukan guru atau pengkhotbah
4) Memberi makna lagi pada hidup
5) Memberi makna lagi pada penderitaan
6) Menekankan makna kerja
7) Menekankan makna cinta
8) Hubungan Klien dengan Terapis
Dalam
logoterapi, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi persepsi tentang
dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan
ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang
akan dieksplorasi. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan
tindakan yang menakutkan. Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan
pintu diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan dan mendepresikan
atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup,
konseli mampu melonggarkan belenggu deterministic yang telah menyebabkan dia
terpenjara secara psikologis. Lambat laun konseli mulai sadar, apa dia tadinya
dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa
yang diinginkannya. Melalui proses terapi, konseli bisa mengeksplorasi
alternative-alternatif guna membuat pandangan-pandangan menjadi nyata. Menurut
Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia.
Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan,
ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah
menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna
dari dunia yang kacau. Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah
menyampaikan kepada Konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan
mengungkapkan bahwa Konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan,
karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang
diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu.
Buhler
dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap
hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik
memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
a. Mengakui pentingya pendekatan dari
pribadi ke konselor
b. Menyadari peran dari tanggung jawab
Konselor
c. Mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik
d. Berorientasi pada pertumbuhan
e. Menekankan keharusan Konselor
terlibat dengan Konseli sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f. Mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di
tangan Konseli
g. Memandang Konselor sebagai model,
dalam arti bahwa Konselor dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknya tentang
manusia bisa secara implisit menunjukkan potensi Konseli bagi
tindakan kreatif dan positif
h. Mengakui kebebasan Konseli untuk
mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i.
Bekerja
ke arah mengurangi ketergantungan Konseli serta
meningkatkan kebebasan Konseli.
c.Teknik-Teknik Terapi
Victor
Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal,
yang mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti
sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap
sesuatu yang ditakut.
Seorang
pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk
menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur. Menurut Frankl,
kalau anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat
tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus
berusaha terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya
kekuatan yang mendorong anda untuk melangkah ke kasur.
Teknik
terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian
besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri
sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada
orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya,
kalau mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan anda tanpa
memperdulikan kepuasan diri anda sendiri. Atau cobalah untuk tidak memuaskan
siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan anda.